Orang cacat secara fisik, sehat mental atau tidak???

WATI
45 07 091 036

ORANG CACAT SECARA FISIK, SEHAT MENTAL ATAU TIDAK ???

Ø Contoh kasus di Almapura (Bali)

Keberadaan penderita cacat fisik yang diperkirakan mencapai 0,5 persen dari jumlah penduduk bali sangat sulut didata, karena terkadang mereka sengaja disembunyikan oleh keluarganya. Adanya image buruk masyarakat terhadap penderita cacat fisik yang dianggap merupakan suatu beban dan aib keluarga yang harus segera dihilangkan.

Pendataan yang dilakukan oleh Badan Kesejahteraan Sosial Daerah ( BKSD ) Drs. IB pangdjaja menyampaikan hal itu pada pembentukan kader Rehabilitasi Berbasis Masyarakat ) dan usaha pelayanan sosial keliling (UPSK) yang dipusatkan di aula Kantor Camat Kubu dan berakhir Rabu (25/9) kemarin. Kegiatan berupa pendataan dan deteksi dini orang cacat selama tiga hari di Kubu itu menemukan 349 anak-anak sampai orang dewasa penderita cacat. Jumlah itu baru 0,5% dari sembilan desa dengan jumlah penduduk 61.839 jiwa di Kubu yang menderita cacat. Dari jumlah itu, 45 orang di antaranya cacat fisik (kaki lumpuh, perkembangan tubuh terhambat), 15 tuna netra (buta), 23 tuna rungu/wicara, sisanya menderita bibir sumbing dan cacat ganda -- fisik dan mental. ''Dari 349 yang ditemukan cacat, barangkali hanya 70 orang yang baru akan bisa ditindaklanjuti, seperti dirujuk untuk operasi bibir sumbing atau operasi mata ke Balai Kesehatan Mata Masyarakat (BKMM) di Denpasar,'' ujar Pangdjaja.

Beliau mengatakan, sampai kini pemerintah tidak mempunyai data yang real tentang jumlah penyandang cacat fisik. Namun, diperkirakan 0,5% lebih penduduk Bali menderita cacat. Itu berarti dari jumlah penduduk Bali yang sekitar 3 juta jiwa, 12.600 orang menderita berbagai jenis kecacatan. Keterbatasan kemampuan pemerintah menyebabkan belum bisa dilakukan rehabilitasi terhadap semua penderita. Beruntunglah, masih ada pekerja sosial baik perorangan maupun kalangan LSM yang peduli membantu warga yang kurang beruntung itu.

Dalam kasus ini masyarakat Bali khususnya perlu mengubah image-nya terhadap keberadaan orang cacat itu. Sangat jarang keluarga yang terbuka, jika salah seorang anggota keluarganya ada yang cacat. ''Orang cacat itu justru disembunyikan karena dianggap memalukan keluarga. Akibat kondisi seperti itu, penderita cacat mengalami beban mental seperti minder sejak kecil. Kalau sudah jatuh mental, mengembalikan kepercayaan dirinya sangat sulit.''

Ø Pembahasan

Dari kasus tersebut, jika ditinjau dari pendekatan kesehatan mental secara pendekatan fungsi dan peranan sosial, melihat normal atau tidaknya seseorang secara mental tergantung dari mampu atau tidaknya orang tersebut mengerjakan pekerjaan hariannya. Pekerjaan harian yang dimaksudkan adalah pekerjaan yang biasa dilakukan oleh orang normal pada umumnya.

Jika hal tersebut sudah terwujud maka dari pendekatan fungsi dan peranan sosial, orang cacat fisik bisa dikatakan sehat secara mental. Sebaliknya, jika hal tersebut tidak terwujud, berarti tersebut dikatakan tidak sehat secara mental.

Sebenarnya orang cacat fisik tidak jauh berbeda dengan orang normal. Orang cacatpun banyak yang mampu bangkit dan berhasil menjadi pengusaha dan memimpin banyak karyawan yang normal. Semkin cepat dilakukan rehabilitasi, maka semakin besar kemungkinan keberhasilan pengembangan penderita cacat menjadi orang mandiri. Kalau sudah mandiri, mereka tak lagi menjadi beban keluarga bahkan justru sebaliknya bisa menolong orang lain.

Ø Kesimpulan :

Dari kasus tersebut diatas, pengaruh kesehatan mental seorang penderita cacat fisik menurut saya terbentuk dari bagaimana lingkungan sekitarnya dapat atau mampu menerimanya. Adanya image buruk pada penderita cacat fisik sebenarnya membawa pengaruh yang negatif untuk mereka, dan akan menjadi beben psikologis dalam kehidupan mereka. Dan sebaliknya jika image baik diberikan kepada penderita cacat fisik, maka akan membawa pengaruh yang positif pula untuk mereka. Disini lingkungan memegang peranan yang sangat penting dalam proses pembentukan kesehatan mental para penderita cacat tersebut. Bagaimana bentuk penerimaan masyarakat terhadap penderita cacat fisik merupakan pondasi awal terbentuknya kesehatan mental penderita cacat fisik. Sikap percaya diri atau minder dapat mereka tunjukan tergantung bagaimana masyarakat menerimanya. Jadi apakah orang cacat fisik, mengalami gangguan mental atau tidak, itu semua tergantung dari lingkungannya dan masyarakat disekitarnya.

Referensi

www.balipost.co.id/BaliPostcetak/2002/9/26/b6.htm. diakses 28 September 2009

Tidak ada komentar:

Posting Komentar