Desain Analisis Eksperimen

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Proses memahami, menyimak, menyimpan, dan mengingat kembali merupakan aktivitas dalam memori kita. Proses tersebut menjadi hal yang penting dalam proses pembelajaran manusia. Dengan itu juga banyak strategi yang digunakan dalam proses belajar.

Strategi adalah metode khusus untuk mendekati masalah atau tugas, system operasi yang dilakukan untuk meraih tujuan tertentu rancangan tersusun untuk mengendalikan dan memanipulasi informasi tertentu. Setiap dari kita memiliki strategi tertentu dalam menghadapi suatu masalah. Jadi, strategi bervariasi belajar ada di dalam diri seseorang.

Pengusaan bahasa kedua yakni bahasa Inggris, selain dari bahasa ibu kita merupakan hal yang pokok dalam era globalisasi. Sebagai warga global, seharusnya menguasai bahasa ini. Di seluruh belahan bumi ini, mempelajari bahasa tersebut sebagai sebuah bahasa internasional. Sehingga, tidak lah mengherankan di Negara kita, memasukkannya sebagai mata pelajaran dalam kurikulum sekolah.

Bahasa adalah instrument atau seperangkat symbol yang di pakai manusia dalam berkomunikasi sehari-hari. Dalam bukunya H. Douglas Brown (2007) mengatakan bahwa bahasa adalah keterampilan khusus yang kompleks, berkembang dalam diri anak-anak secara spontan, tanpa usaha sadar atau instruksi formal, dipakai tanpa memahami logika yang mendasari, secara kualitatif sama dalam diri setiap orang , dan berbeda dari kecakapan-kecakapan lain yang sifatnya lebih umum dalam hal memproses informasi atau berprilaku secara cerdas.

Pengusaan bahasa ini, akan lebih baik apabila di ajarkan pada usia Sekolah Lanjutan Pertama yaitu usia 15 tahum. Untuk itulah, mengingat pentingnya pengusaan bahasa Inggris di usia remaja maka dibutuhkan sebuah strategi bagi anak didik dalam proses pembelajaran pengusaannya.

David Ausubel berpendapat bahwa pembelajaran terjadi dalam diri manusia melalui proses bermakna yang mempertalikan peristiwa atau hal baru dengan konsep kognitif atau dalil-dalil yang sudah ada (H. Douglas Brown: 97).

Teori kognitif pembelajaran oleh Ausubel yaitu teori penambatan (subsumption) dengan tepat dipahami dengan mengontraskan pembelajaran hafalan dan pembelajaran bermakna. Pembelajaran hafalan sebagai proses penguasaan materi yang dalam hal ini diperlakukan sebagai satuan-satuan terpisah yang dikaitkan pada struktur kognitif hanya dalam cara acak dan harfiah yang tidak memungkinkan pembentukan hubungan (bermakna). Pembelajaran hafalan melibatkan tindakan mengingat item-item yang sedikit atau sama sekali tidak terkait dengan struktur kognitif yang ada. Sebagai contoh, kita bias mengingat beberapa nomor telepon dan kode pos penting dengan menghafal tanpa mengaitkannya pada struktur kognitif.

Sedangkan pembelajaran bermakna atau penambatan sebagai proses menghubungkan dan menggabungkan materi baru pada hal-hal mapan yang ada dalam struktur kognitif. Ketika informasi baru memasuki bidang kognitif, ia berinteraksi dengan, dan digabungkan secara semestinya ke dalam, sebuah system konseptual yang lebih luas. Informasi itu kemudian menyebabkan kebermaknaan.

Jika kita memandang struktur kognitif sebagai sebuah system balok mainan, pembelajaran hafalan adalah proses memperoleh balok-balok terpisah yang tidak memiliki fungsi tertentu dalam pembangunan sebuah struktur. Sedangkan pembelajaran bermakna adalah proses di mana balok-balok menjadi bagian yang utuh dari sebuah kategori atau gugus sistematis balok-balok yang sudah mapan.

Setiap situasi pembelajaran bisa bermakna jika pembelajar mampu untuk mengaitkan kegiatan pembelajaran baru dengan pengetahuan sebelumnya serta bisa dihubungkan dengan struktur pengetahuan pembelajaran.

Sehubungan dengan hal tersebut diatas, maka peneliti berusaha untuk melihat keefektifan dari kedua starategi belajar tersebut atas pengusaan bahasa Inggris pada anak didik Sekolah Lanjutan Pertama (SLTP).

B. Identifikasi Masalah

Berdasarkan uraian diatas, maka peneliti mengidentifikasi adanya permasalahan, yaitu: pentingnya pengusaan bahasa Inggris pada anak didik Sekolah Lanjutan Pertama sehingga dibutuhkan sebuah strategi pembelajaran yang lebih efektif. Dari kedua strategi pembelajaran yang di jelaskan di atas, bentuk strategi pembelajaran yang mana yang lebih efektif atau baik dalam proses belajar.

C. Rumusan Masalah

Adapun rumusan masalah dari penelitian ini adalah “Apakah ada perbedaan keefektifan strategi belajar antara pembelajaran hafalan dengan pembelajaran bermakna pada anak didik Sekolah Lanjutan Pertama?”

D. Batasan Masalah

Pembatasan masalah dalam penelitian ini adalah:

1. Strategi

Strategi adalah metode khusus untuk mendekati masalah atau tugas, system operasi yang dilakukan untuk meraih tujuan tertentu rancangan tersusun untuk mengendalikan dan memanipulasi informasi tertentu.

2. Pembelajaran hafalan

Pembelajaran hafalan adalah proses penguasaan materi diperlakukan sebagai satuan-satuan terpisah yang dikaitkan pada struktur kognitif hanya dalam cara acak dan harfiah yang tidak memungkinkan pembentukan hubungan .

3. Pembelajaran bermakna

Pembelajaran bermakna adalah pengggabungan materi baru pada hal-hal mapan yang ada dalam struktur kognitif.

4. Bahasa

Bahasa adalah instrument atau seperangkat symbol yang di pakai manusia dalam berkomunikasi sehari-hari

5. Anak Didik Sekolah Lanjutan Pertama

Subjek yang dijadikan penelitian dalam eksperimen ini adalah anak didik yang masih sekolah pada Sekolah Lanjutan Pertama kelas 3.

E. Tujuan Penelitian

Tujuan Penelitian ini adalah untuk melihat apakah ada perbedaan keefektifan strategi belajar antara pembelajaran hafalan dengan pembelajaran bermakna pada anak didik Sekolah Lanjutan Pertama?”

F. Manfaat Penelitian

a. Manfaat Teoritis

Penelitian ini dapat memberikan informasi mengenai perbedaan keefektifan strategi belajar antara pembelajaran hafalan dengan bermakna pada anak didik Sekolah Lanjutan Pertama.

b. Manfaat Praktis

Dapat memberikan alternatif cara belajar yang efektif dalam upaya peningkatan prestasi belajar.

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Pembelajaran

Pembelajaran adalah penguasaan atau pemerolehan pengetahuan tentang suatu subjek atau sebuah keterampilan dengan belajar, pengalaman, atau instruksi. Terdapat dua strategi pembelajaran yaitu sebagai berikut:

A.1. Pembelajaran Hafalan

Pembelajaran hafalan sebagai proses penguasaan materi yang dalam hal ini diperlakukan sebagai “satuan-satuan terpisah yang dikaitkan pada struktur kognitif hanya dalam cara acak dan harfiah yang tidak memungkinkan pembentukan hubungan (bermakna). Pembelajaran hafalan melibatkan tindakan mengingat item-item yang sedikit atau sama sekali tidak terkait dengan struktur kognitif yang ada. Sebagai contoh, kita bias mengingat beberapa nomor telepon dan kode pos penting dengan menghafal tanpa mengaitkannya pada struktur kognitif.

A.2. Pembelajaran Bermakna

Pembelajaran bermakna adalah sebuah proses menghubungkan dan menggabungkan materi baru pada hal-hal mapan yang ada dalam struktur kognitif. Ketika informasi baru memasuki bidang kognitif, ia berinteraksi dengan, dan digabungkan secara semestinya ke dalam, sebuah system konseptual yang lebih luas. Informasi itu kemudian menyebabkan kebermaknaan.

Jika kita memandang struktur kognitif sebagai sebuah system balok mainan, pembelajaran hafalan adalah proses memperoleh balok-balok terpisah yang tidak memiliki fungsi tertentu dalam pembangunan sebuah struktur . sedangkan pembelajaran bermakna adalah proses di mana balok-balok menjadi bagian yang utuh dari sebuah kategori atau gugus sistematis balok-balok yang sudah mapan.

Setiap situasi pembelajaran bisa bermakna jika pembelajar mampu untuk mengaitkan kegiatan pembelajaran baru dengan pengetahuan sebelumnya serta bisa dihubungkan dengan struktur pengetahuan pembelajaran.

B. Bahasa Inggris

Pengusaan bahasa kedua dalam hal ini bahasa Inggris merupakan hal yang pokok dalam era globalisasi. Sebagai warga global, seharusnya menguasai bahasa ini. Di seluruh belahan bumi ini, mempelajari bahasa tersebut sebagai sebuah bahasa internasional. Sehingga, tidak lah mengherankan di Negara kita, memasukkannya sebagai mata pelajaran dalam kurikulum sekolah.

Dalam bukunya H. Douglas Brown (2007) mengatakan bahwa bahasa adalah keterampilan khusus yang kompleks, berkembang dalam diri anak-anak secara spontan, tanpa usaha sadar atau instruksi formal, dipakai tanpa memahami logika yang mendasari, secara kualitatif sama dalam diri setiap orang , dan berbeda dari kecakapan-kecakapan lain yang sifatnya lebih umum dalam hal memproses informasi atau berprilaku secara cerdas.

Masih dalam buku H. Douglas Brown menjelaskan bahwa define bahasa beragam, dapat dilihat sebagai berikut:

1. Bahasa itu sistematis

2. Bahasa adalah seperangkat symbol manasuka

3. Symbol-simbol itu utamanya adalah vocal, tetapi bias juga visual

4. Symbol mengonvensionalkan makna yang dirujuk

5. Bahasa dipakai untuk berkomunikasi

6. Bahasa beroperasi dalam sebuah komunitas atau budaya wicara

7. Bahasa pada dasarnya untuk manusia, walaupun bias jadi tak hanya terbatas untuk manusia

8. Bahasa di kuasai oleh semua orang dalam cara yang sama; bahasa pembelajaran sama-sama mempunyai karakteristik universal.

Jadi, dapat dikatakan bahwa bahasa adalah instrument atau seperangkat symbol yang di pakai manusia dalam berkomunikasi sehari-hari.

Pengusaan bahasa ini, akan lebih baik apabila di ajarkan pada usia Sekolah Lanjutan Pertama yaitu usia 15 tahun. Untuk itulah, mengingat pentingnya pengusaan bahasa Inggris di usia remaja maka dibutuhkan sebuah strategi bagi anak didik dalam proses pembelajaran pengusaannya.

C. Hubungan Strategi Pembelajaran Hafalan dan Bermakna terhadap penguasaan Bahasa Inggris

Berdasarkan uraian diatas dapat kita lihat bahwa penguasaan bahasa Inggris di era globalisasi ini adalah sesuatu yang mutlak dalam sebuah persaingan. Hal ini disadari betul oleh Pemerintah Indonesia dengan memasukkan mata pelajaran dan kuliah dalam kurikulum sekolah dan perguruan tinggin negeri maupun swasta. Hal ini merupakan sebuah kesadaran akan pentingnya penguasaan bahasa Inggris bagi semua.

Pengusaan bahasa Inggris akan lebih mudah dilakukan dengan memulai mempelajari dan memahaminya sejak usia remaja. Sehingga, tekhnik speaking, writing, grammar dan reading dapat dipahami dengan lebih mudah atau ini merupakan sebuah bentuk perkenalan awal bagi siswa.

Untuk memahami bahasa Inggris dengan lebih muda, maka dibutuhkan sebuah strategi pembelajaran selama dalam proses belajar. Ada dua strategi yang bias di gunakan selama proses tersebut, yang pertama, bisa dengan menggunakan strategi pembelajaran hafalan, dengan berusaha menghafal setiap kosa kata bahasa Inggris dan mengkotak-kotakannya dalam sebuah kalimat. Kemudian yang kedua adalah dengan menggunakan strategi pembelajaran bermakna dengan cara memberi makna pada setiap kosa kata dengan tidak mendikotomikan antara makna dan arti. Kedua strategi ini dapat dilakukan dengan berdasarkan anak didik, yang mana yang lebih muda dan lebih bermanfaat bagi mereka.

2.4. Hipotesis

Ada dua hipotesis yang ada dalam penelitian ini yaitu :

1) Ho: Tidak ada perbedaan antara strategi pembelajaran hafalan dan bermakna terhadap tingkat penguasaan bahasa Inggris anak didik Sekolah Lanjutan Pertama.

2) Ha: Ada perbedaan antara strategi pembelajaran hafalan dan bermakna terhadap tingkat pengusaan bahasa Inggris anak didik Sekolah Lanjutan Pertama.

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Tipe Penelitian

Tipe penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian eksperimen.

B. Identifikasi Variabel Penelitian

Variabel adalah suatu sifat yang dapat memiliki bermacam nilai atau seringkali diartikan dengan simbol atau lambang yang memiliki bilangan atau nilai. Untuk dapat meneliti suatu konsep secara empiris, konsep tersebut dioperasionalkan dengan mengubahnya menjadi variabel.

Variabel yang terdapat dalam penelitian ini adalah :

1) Variabel Independen (X) :

Strategi Pembelajaran hafalan dan bermakna. Manipulasi yang akan dilakukan terhadap independen variabel ini disebut dengan Experimental Manipulation, yaitu teknik atau metode untuk melakukan variasi terhadap independen variabel dengan cara memberikan perlakuan yang berbeda pada sebuah kelompok yang sama. Dalam hal ini, satu kelompok yang sama itu masing-masing akan diukur sebanyak dua kali yaitu Pretest (sebagai hasil kelompok kontrol) dan Posttest (sebagai hasil kelompok eksperimen). Dalam pretest, subyek diukur tingkat stresnya dengan mengggunakan kuisioner. Pemberian kuisioner ini sebagai indikator dari tingkat penguasaan bahasa Inggris sebelum diberi strategi pembelajaran hafalan dan bermakna. Sedangkan dalam posttest, subyek diukur tingkat pengusaan bahasa Inggrisnya dengan mengggunakan kuisioner. Pemberian kuisioner ini sebagai indikator tingkat pengusaan bahasa Inggris setelah diberi strategi pembelajaran hafalan dan bermakna.

2) Variabel Dependen (Y):

Tingkat pengusaan bahasa Inggris anak didik Sekolah Dasar yang dilihat indikatornya seperti speaking, reading, writing dan grammar.

C. Definisi Operasional Variabel

Perlakuan strategi pembelajaran hafalan dan bermakan: suatu bentuk strategi dalam pengusaan bahasa Inggris. Metode yang digunakan dengan menggunakan strategi ini dalam eksperimen adalah memberikan kata-kata, kalimat-kalimat dan gambar-gambar sebagai bentuk stimulan.

Penguasaan bahasa Inggris dalam eksperimen ini dapat ditunjukkan dari perilaku-perilaku yang akan ditunjukkan dengan penguasaan speaking, writing, reading dan grammar.

D. Populasi dan Sampling

D.1. Populasi

Populasi yang digunakan dalam eksperimen ini menggunakan anak didik Sekolah Lanjutan Pertama Neg. 23 Makassar kelas 3.

D.2. Sampling

Sampel diambil dengan menggunakan teknik purposive sampling. Teknik purposive sampling dikenakan pada sampel yang karakteristiknya sudah ditentukan dan diketahui lebih dulu berdasarkan ciri dan sifat populasinya. Subyek dalam eksperimen ini adalah anak didik Sekolah Lanjutan Pertama Neg. 23 Makassar kelas 3. Subyek diberi pretest sebanyak satu kali dan posttest dua kali. Alat ukur yang digunakan untuk pretest dan posttest menggunakan kuisioner.

E. Desain Penelitian

Penelitian ini menggunakan Treatment by Subject Design. Treatment by subject design adalah satu kelompok yg sama diberikan treatment yg berbeda kemudian diukur hasilnya. Dalam penelitian ini kelompok penelitian hanya satu kelompok yang bisa diambil secara random atau tidak random. Pada kelompok tersebut diberikan perlakuan berulang-ulang. Dalam eksperimen ini satu kelompok subyek tersebut akan dikenai dua kali pemberian treatment yaitu melalui strategi pembelajaran hafalan dan bermakna. Penelitian melibatkan adanya pretest dan posttest.

F. Instrumen Penelitian

Penelitian eksperimen pada dasarnya adalah ingin mengetahui hubungan kausal antara variabel bebas (X) dengan variabel terikat(Y). Untuk mengetahui ada tidaknya pengaruh tersebut, peneliti harus melakukan pengukuran terhadap variabel terikatnya. Beberapa eksperimen menggunakan instrumen penelitian. Instrumen penelitian adalah alat untuk pemberian perlakuan terhadap subjek eksperimennya.

Instrumen dalam penelitian ini adalah :

* Skala

* Kata, kalimat dan gambar sebagai stimulan.

G. Validitas dan Reliabilitas Alat ukur

Dengan menggunakan instrumen yang valid dan reliabel dalam pengumpulan data, diharapkan hasil penelitan akan menjadi valid dan reliabel.
1) Validitas Alat Ukur

Validitas mengacu pada kepercayaan dan kesesuaian antara konstruk atau cara peneliti mengkonseptualisasikan idenya ke dalam definisi konseptual dan alat pengukur. Validitas dapat diartikan sebagai seberapa baik sebuah ide tentang realita “sesuai”dengan realita aslinya (Newman, 1999 : 164).

Instrumen yang valid berarti bahwa alat ukur yang digunakan untuk mendapatkan data itu valid dimana instrumen tersebut dapat digunakan untuk mengukur apa yang hendak diukur (Sugiyono, 2005 : 267).

Untuk mendapatkan content validity ini, penulis skripsi, Atika Dian Ariana, menggunakan pendapat tiga rater yaitu sesuai dengan jumlah minimal pendapat rater yang dibutuhkan dalam validitas isi (Sugiyono, 2002a:271). Hasil dari penilaian dan evaluasi para rater terhadap skala tingkat stres yang disusun ulang oleh penulis skripsi dari ICSRLE dan SST dapat disimpulkan bahwa alat ukur yang digunakan dalam penelitian tersebut cukup baik dan dapat digunakan untuk mengukur tingkat stres pada subjek penelitian.

2) Validitas item

Untuk validitasnya, kami mengambil alat ukur dari skripsi yang ditulis oleh Atika Dian Ariana (2005) Fakultas Psikologi Universitas Airlangga, Surabaya yaitu skala tingkat stress dari ICSRLE. Untuk skala ICSRLE, setelah dua kali putaran didapatkan 32 butir item yang sahih atau memuaskan dan 17 butir item yang gugur karena tidak memenuhi persyaratan. Sedangkan untuk skala SST, setelah tiga kali putaran didapatkan 5 butir item yang sahih atau memuaskan dan 5 butir item yang gugur karena tidak memenuhi persyaratan.

3) Reliabilitas Item

Reliabilitas mengacu pada sejauh mana alat ukur dapat dipercaya atau konsisten.Artinya, sejauh mana alat ukur tersebut mampu menghasilkan data yang sama apabila digunakan dalam keadaan atau situasi lain yang identik atau hampir sama. Dapat diartikan pula bahwa reliabilitas mengarah pada hasil-hasil numeris yang dicapai sebuah indikator tidak banyak (bervariasi) disebabkan oleh karakteristik dari alat ukur atau instrumen alat ukur itu sendiri (Newman, 1999 : 164).
Pengukuran reliabilitas dalam ekperimen ini menggunakan formula koefisien Alpha Cronbach dalam SPSS 11.0 for Windows.

Berdasarkan uji reliabilitas yang kami lakukan, diketahui bahwa r alpha = 0,891 untuk ICSRLE (putaran pertama) dan r alpha = 0,679 untuk SST (putaran pertama), r alpha = 0,663 untuk SST (putaran kedua), dan r alpha = 0,673 untuk SST (putaran ketiga).

H. Validitas dan Reliabilitas Eksperimen

Validitas dalam penelitian eksperimen dapat ditinjau dari dua sisi, yaitu :

1) Validitas Internal : merupakan seberapa jauh keakurasian pengamatan peneliti terhadap variabel bebas atau independen variabel yang berpengaruh terhadap variabel terikat atau dependen variabel. Eksperimen dikatakan memiliki nilai validitas internal yang tinggi apabila efek variabel terhadap variabel terikat benar-benar disebabkan oleh variabel bebas atau perlakuan yang diberikan peneliti dan bukan karena extraneous variable. Validitas internal ini meliputi :

a. History : Mengacu pada kejadian-kejadian yang lebih spesifik yang terjadi antara pengukuran pertama (pre-test) maupun pengukuran kedua (post-test) diluar eksperimen yang dapat mempengaruhi hasil penelitian. Peristiwa-peristiwa yang terjadi diantara pre-test dan post-test tersebut dapat berpengaruh pada post-test yang akan dilakukan selanjutnya. Sebagai contoh nilai ujian tengah semester yang dapat berpengaruh terhadap post-test dan pengajar yang berbeda. Namun dalam hal ini pengajar yang berbeda sudah dapat dikontrol.

b. Maturation; berkaitan dengan perubahan-perubahan pada kondisi internal individu yang terjadi sebagai konsekuensi dari berlalunya waktu. Perubahan-perubahan itu melibatkan proses biologis dan psikologis, seperti usia, proses belajar, kelelahan dan kebosanan yang sifatnya menetap pada individu.

c. Testing; mengulang soal tes pada pre-test dan post-test pada subjek penelitian yang sama bisa mengakibatkan subjek menjadi lebih hafal pada soal tes tersebut, sehingga akan berpengaruh pada hasil pengukuran variabel terikatnya atau variabel tergantungnya. Hal ini dapat diatasi dengan pengacakan nomor soal agar tidak sama antara tes pertama dengn tes kedua.

d. Instrumentation; mengacu pada perubahan-perubahan yang terjadi selama pengukuran variabel terikat (dependent variabel). Variabel ini memang tidak mengacu pada perubahan yang terjadi pada subjek, tetapi lebih melihat perubahan yang terjadi sebelum proses pengukuran. Situasi pengukuran yang merupakan instrumen dalam eksperimen dan biasanya menimbulkan terjadinya bias adalah ditempatkannya seseorang untuk mengobservasi jalannya eksperimen. Kehadiran observer ini mau tidak mau akan berpengaruh pada subjek.

Observer terkadang bias dalam menilai pengaruh yang dimunculkan akibat pemberian treatment saat eksperimen. Subjektivitas observer sangat besar kemungkinannya terjadi saat menilai subjek penelitian. Inilah sebabnya mengapa studi dengan menggunakan observer manusia biasanya menggunakan lebih dari satu observer. Dengan cara itu diharapkan bias yang muncul dapat diminimalisir dengan saling mengecek ulang data-data yang sudah didapatkan.

e. Statistical regression; variabel yang menyebabkan terjadinya perubahan pada skor tinggi dan skor rendah pada saat pre-test dan post-test yang diketahui dengan distribusi dari skor ekstrem yang cenderung bergerak menuju nilai rata-rata sebagai konsekuensi dilakukannya pengulangan tes (Neale, Liebert dalam Christensen, 1988). Fenomena regresi ini terjadi karena pengukuran saat pre-test dan post-test tidak memiliki hubungan atau dengan kata lain, ada kondisi di mana seperangkat pengukuran (alat tes yang digunakan) tidak reliabel.

f. Selection; terjadi jika serangkaian prosedur seleksi yang berbeda digunakan untuk menempatkan subjek dalam kelompok kontrol dan kelompok eksperimen. Seleksi bisa saja berhubungan dengan maturation, history atau instrumentation yang semunya dapat mengakibatkan munculnya pengaruh yang terlihat seperti akibat diberikannya treatment (perlakuan).

g. Mortality; keadaan dimana kehilangan subjek dalam jumlah tertentu dalam proses eksperimen, baik yang menggunakan subjek manusia maupun hewan. Misalnya, ada mahasiswa yang tidak masuk pada saat diberikan perlakuan.

2) Validitas Eksternal : Merupakan seberapa jauh hasil dari ekperimen tersebut dapat digeneralisasikan pada populasinya atau populasi lain dengan subjek, waktu, tempat, dan ekologi yang berbeda sehingga suatu eksperimen dapat dikatakan valid.

I. Teknik Analisa Data

Data yang akan diperoleh dalam penelitian ini akan dihitung korelasinya menggunakan teknik statistik Uji T (T Test) lebih spesifik lagi yaitu Paired-Samples T Test.

Keterangan :
t = Nilai t hitung

D = Rata-rata selisih pengukuran 1 & 2

SD = Standar deviasi selisih pengukuran 1 & 2

N = Jumlah sample

Uji asumsi yang dilakukan sebelum analisa data dilakukan adalah uji linearitas hubungan dan uji normalitas sebaran. Asumsi utama teknik komparasi paired t-test adalah berdasarkan tidak adanya kelompok kontrol dan kelompok eksperimen, tetapi dengan melakukan pre-test dan post-test pada satu kelompok yang sama.

Keseluruhan proses analisis data ini menggunakan cara perhitungan manual. Dengan melihat tabel t-test dengan taraf signifikan 5 % uji dua fihak (two tail test).

DAFTAR PUSTAKA

Brown, H. Douglas, Prinsip Pembelajaran dan Pengajaran Bahasa, 2007, Pearson Education, Jakarta

Dian Ariana, Atika, Efektifitas Terapi Humor (humor therapy)Tterhadap Penurunan Tingkat Stress Pada Mahasiswa Baru Fakultas psikologi Universitas Airlangga surabaya, 2005, Fakultas Psikologi Universitas Airlangga

Wulandari, Niken, Pengaruh Tteknik Meditasi-Relaksasi dengan Story Telling (MRST) terhadap Penurunan Tingkat Stres pada Anak Usia Sekolah yang Memperoleh Pengayaan dikelas 3 SD fullday Darut Taqwa Surabaya, 2003, Fakultas Psikologi Universitas Airlangga

Winarsunu, Tulus, Statistik dalam Penelitian Psikologi dan Pendidikan, 2002, Universitas Muhammadiyah Malang.

Prof. Dr. Sugiyono, Statistika untuk Penelitian, 2006, CV Alfabeta, Bandung

Tidak ada komentar:

Posting Komentar