SKALA ALTRUISME

SKALA ALTRUISME

Pengertian Altruisme

Altruisme ialah tindakan sukarela yang dilakukan seseorang atau sekelompok orang untuk menolong orang lain tanpa mengharapkan imbalan apapun (Sears, dkk 1999). Pribadi yang altruistis ditandai kesediaan berkorban (waktu, tenaga, dan mungkin materi) untuk kepentingan kebahagiaan atau kesenangan orang lain. Para helper memang merasakan kepuasan tersendiri manakala mereka berperan membantu orang lain. Pribadi para helper yang efektif ditandai minat lebih besar terhadap orang ketimbang benda. Mereka lebih suka memuaskan orang lain ketimbang memuaskan kebutuhan diri sendiri. Kepuasan para helper diperoleh melalui pemberian peluang memuaskan orang lain.

Santrock (2003) mengatakan bahwa altruisme merupakan suatu minat yang tidak mementingkan diri sendiri dalam menolong orang lain.

Davidoff menyatakan bahwa altruisme merupakan kesediaan seseorang untuk menolong orang lain. Wartman menyatakan bahwa altruisme merupakan perhatian kepada orang lain yang bersifat tidak mementingkan diri sendiri. Raven dan Rubin (1983) mengatakan altruisme sebagai tindakan yang dilaksanakan tanpa harapan serta keuntungan pribadi. Coben menyebutkan bahwa seseorang dikatakan altruis bila ia didasari untuk memberi sesuatu, berempati, dan tidak ada keinginan untuk memperoleh imbalan (dalam Garliah & Wulandari, 2003).

Fildman (dalam Garliah & Wulandari, 2003) menyatakan bahwa empati adalah respon emosional yang berhubungan dengan perasaan orang lain, ketika seseorang melihat orang lain berada dalam keadaan distress, mereka ikut merasakan perasaan orang lain tersebut. Pengalaman empati yang tulus ini memotivasi seseorang untuk mengurangi distress atau kesedihan orang lain dengan beperilaku altruistik.

Batson dkk (dalam Myers 1993) mengatakan bahwa seharusnya ada dua motivasi dalam menolong, yaitu motivasi menolong yang egoistik mempunyai tujuan atau meningkatkan kesejahteraan si penolong sendiri untuk memperoleh keuntungan pribadi. Motivasi penolong altruistik ataupun egoistik dapat terjadi sesuai dengan tujuan akhirnya.

























Tujuan Perilaku

Emosi

Motivasi

Egoistik

Distress diri

Mengurangi distress diri


Observasi terhadap sesorang

Mengurangi distress orang lain

Altruistik

Empati


Motivasi menolong orang lain dan egositik

(Sumber dalam Boston dalam Myers 1993)

Berdasarkan beberapa definisi di atas, maka tingkah laku altruisme dapat diartikan sebagai tindakan yang ditujukan kepada orang lain dan memberi manfaat positif bagi orang tersebut, dilakukan dengan sukarela tanpa mengharapkan imbalan apapun kecuali perasaan positif yang timbul pada subyek yang memberi pertolongan.

1. Aspek-aspek perilaku menolong altruistik

Myers dan Sampson (Garliah dan Wulandari, 2003) menyatakan bahwa seseorang dapat memiliki kecenderungan altruisme bila di dalam dirinya terkandung komponen-komponen sebagai berikut.

a. Adanya empati, yaitu kemampuan merasakan, memahami dan peduli terhadap perasaan yang dialami orang lain.

b. Sukarela, yaitu tidak ada keinginan untuk mendapatkan imbalan. Tindakan ini semata-mata dilakukan untuk kepentingan orang lain, bahkan rela mengorbankan nilai-nilai kejujuran dan keadilan yang ada pada dirinya.

c. Keinginan untuk memberi bantuan kepada orang lain yang membutuhkan meskipun tidak ada orang yang mengetahui bantuan yang telah diberikannya. Bantuan yang diberikan berupa materi dan waktu.

Menurut Leed (Ismiyati, 2003) suatu tindakan dapat disebut perilaku altruistik apabila memenuhi tiga kriteria sebagai berikut.

a. Tindakan tersebut bukan kepentingan pribadi

Perilaku yang bersifat altruistik mengandung resiko tinggi bagi si pelaku. Pelaku tidak mengharapkan imbalan materi, nama, kepercayaan, tidak untuk menghindari kecaman dari orang lain, tidak untuk memperoleh persahabatan dan keintiman. Tidakan ini semata-mata ditujukan untuk kepentingan orang lain.

b. Tindakan tersebut dilakukan secara sukarela

Sikap sukarela, yaitu tidak adanya keinginan untuk mendapatkan imbalan apapun kecuali semata-mata dilakukan untuk kepentingan orang lain. Kepuasan yang diperoleh dari tindakan suka rela ini adalah semata-mata ditinjau dari berhasil atau tidaknya bantuan yang dibeikan.

c. Hasilnya baik bagi yang menolong maupun yang ditolong

Perilaku altruistik tersebut sesuai dengan kebutuhan orang yang ditolong dan si pelaku sendiri memperoleh internal reward atas tindakannya. Seseorang berusaha memberikan bantuan kepada orang lain semaksimal mungkin, supaya mendapatkan hasil yang memuaskan.

Berdasarkan beberapa definisi bahwa aspek-aspek perilaku menolong meliputi adanya empati, sukarela, serta keinginan untuk memberi bantuan kepada orang lain.

Tahap-tahap perkembangan perilaku altruisme

Bar-Tal (dalam Zubaidi, 1994) mengatakan bahwa menganalisis perilaku altruistik dikaitkan dengan aspek kognitif, perspektif sosial, dan perkembangan moral, mengemukakan bahwa perilaku menolong berkembang dalam enam tahap sebagai berikut.

a. Compliance concvete defined reinforcement. Pada tahap ini individu melakukan kegiatan menolong apabila ada permintaan, atau perintah yang disertai janji akan memperoleh imbalan atau ancaman akan mendapatkan hukuman.

b. Compliance. Pada tahap ini individu melakukan tindakan menolong karena patuh atau untuk menaati suatu otoritas.

c. Internal initiative and concrete reward. Individu akan menolong secara spontan dan dengan inisiatif sendiri, dengan harapan bahwa nanti pada suatu saat dia akan memperoleh keuntungan atau ganjaran.

d. Normative behavior. Individu akan melakukan pertolongan untuk memenuhi tuntutan masyarakat atau norma sosial.

e. Generalized reciprocity. Perilaku menolong yang dilakukan individu didasari prinsip-prinsip timbal balik atau pertukaran yang berlaku secara timbal-balik.

f. Altruisme behavior. Menolong dengan sukarela tanpa mengharap imbalan.

Faktor-faktor yang mempengaruhi altruistik

Menurut Myers (1999) altruisme dapat dipengaruhi oleh tiga faktor antara lain sebagai berikut.

1. Faktor situasional merupakan faktor yang menggambarkan situasi, suasana hati, pencapaian reward perilaku sebelum dan pengamatan langsung tentang derajat kebutuhan yang ditolong serta beberapa pertimbangan yang akan mengantar dinamika diri sendiri untuk melakukan tindakan altruistik atau tidak seperti desakan waktu.

2. Faktor interpersonal mencakup jenis kelamin, kesamaan karakteristik, kedekatan hubungan, dan daya tarik antar penolong dan yang ditolong.

3. Faktor personal merupakan faktor yang berasal dari dalam diri subyek yang menolong, mencakup perasaan subyek dan religiusitas subyek.

Beberapa penelitian psikologi sosial melihat bahwa pemberian bantuan dapat dipengaruhi oleh faktor-faktor sebagai berikut (Sarwono, 1999).

1. Kehadiran orang lain

Menurut Sarwono (1999), faktor utama dan pertama yang berpengaruh pada perilaku menolong atau tidak menolong adalah orang lain yang kebetulan ada di tempat kejadian. Latane dan Darley (Sears, 1994) mengemukakan bahwa kehadiran penonton yang begitu banyak mungkin memungkinkan tidak adanya usaha untuk memberikan pertolongan. Semakin banyak orang lain, makin kecil kemungkinan orang untuk menolong, sebaliknya orang yang sendirian cenderung lebih bersedia menolong. Latane dan Nida (Sarwono, 1999) orang-rang yang menyaksikan suatu kejadian seperti peristiwa pembunuhan, kecelakaan, perampokan, dan peristiwa-peristiwa lainnya mungkin menduga bahwa sudah ada orang lain yang menghubungi pihak yang berwajib sehingga kurang mempunyai tanggung jawab pribadi untuk turun tangan.

Mengapa kehadiran orang lain kadang menghambat usaha untuk menolong. Analisis pengambilan keputusan tentang perilaku sosial memberikan beberapa penjelasan. Baumeiter (Sears, dkk 1994) adalah penyebaran tanggung jawab yang timbul karena kehadiran orang lain. Bila hanya satu orang yang menyaksikan korban yang mengalami kesulitan, maka orang itu mempunyai tanggung jawab penuh untuk memberikan reaksi tersebut dan akan menimbulkan rasa salah dan sesal bila tidak bertindak. Bila orang lain juga hadir, pertolongan juga bisa muncul dari beberapa orang. Kedua tentang efek penonton menyangkut ambiguitas dalam menginterpretasi situasi. Analisis pengambilan keputusan menyatakan bahwa kadang-kadang penolong tidak yakin apakah situasi tertentu dapat benar-benar merupakan situasi darurat. Perilaku penonton yang lain dapat mempengaruhi bagaimana reaksi seseorang.

2. Kondisi lingkungan

Keadaan fisik juga mempengaruhi orang untuk memberi bantuan. Sejumlah penelitian membuktikan pengaruh kondisi lingkungan seperti cuaca, ukuran kota, dan derajat kebisingan terhadap pemberian bantuan. Efek cuaca terhadap pemberian bantuan diteliti dalam dua penelitian lapangan yang dilakukan oleh Conmingham (Sears dkk, 1994). Dalam penelitian pertama, para pejalan kaki dihampiri diluar rumah dan diminta untuk membantu peneliti dengan mengisi kuesioner. Orang lebih cenderung membantu bila hari cerah dan bila suhu udara relatif menyenangkan relatif hangat dimusim dingin dan relatif sejuk di musim panas). Dalam penelitian kedua yang mengamati bahwa para pelanggan memberi tip yang lebih banyak bila hari cukup cerah. Menurut Ahmed (Sears dkk, 1994) bahwa orang lebih cenderung menolong pengendara motor yang mogok dalam cuaca cerah dari pada dalam cuaca mendung pada siang hari dan pada malam hari.

Faktor lingkungan lainnya yang dapat mempengaruhi tindakan menolong adalah kebisingan. Methews dan Canon (Sears dkk, 1994) bahwa suara bising yang keras menyebabkan orang lain mengabaikan orang lain di sekitarnya dan memotivasi mereka untuk meninggalkan situasi tersebut secepatnya sehingga menciptakan penonton yang tidak begitu suka menolong.

3. Tekanan waktu

Penelitian menyatakan bahwa kadang-kadang seseorang berada dalam keadaan tergesa-gesa untuk menolong. Orang yang sibuk cenderung untuk tidak menolong sedangkan orang yang santai lebih besar kemungkinannya untuk memberikan pertolongan kepada yang memerlukannya. Bukti nyata efek ini berasal dari eksperimen yang dilakukan oleh Darley dan Boston (Sears dkk, 1994) dimana ditemukan 10 % subyek yang diberikan tekanan waktu memberikan bantuan dan 63 % subyek yang tidak diberikan tekanan waktu dapat memberikan pertolongan. Dari hasil tersebut para peneliti menyatakan bahwa tekanan waktu menyebabkan seseorang dapat mengabaikan kebutuhan korban sehingga tindakan pertolongan tidak terjadi.

4. Faktor kepribadian

Tampaknya ciri kepribadian tertentu mendorong orang untuk memberikan pertolongan dalam beberapa jenis situasi yang lain. Satow (Sears dkk, 1994) mengamati bahwa orang yang mempunyai tingkat kebutuhan tinggi untuk diterima secara sosial lebih cenderung untuk menyumbangkan uang bagi kepentingan amal daripada orang yang mempumnyai tingkat yang rendah untuk diterima secara sosial, tetapi hanya bila orang menyaksikannya. Orang yang mempunyai tingkat kebutuhan tinggi untuk diterima secara sosial dimotivasi oleh keinginan untuk memperoleh pujian dari orang lain sehingga bertindak lebih prososial agar mereka lebih diperhatikan.

5. Suasana hati

Ada sejumlah bukti bahwa orang cenderung untuk memberikan bantuan bila mereka ada dalam suasana yang baik hati. Suasana perasaan positif yang hangat meningkatkan kesediaan untuk membantu. Efek suasana hati tidak berlangsung lama hanya 20 menit, suasana hati yang positif bisa menurunkan kesediaan untuk menolong bila pemberian bantuan akan mengurangi suasana hati yang baik (Sears, dkk 1994). Rupanya orang yang berada dalam suasana hati yang baik ingin mempertahankan perasaan mereka.

Efek suasana hati yang buruk, seperti depresi. Suasana hati yang buruk menurut Thompson (Sears dkk, 1994) menyebabkan individu memusatkan perhatian pada diri individu sendiri dan kebutuhan diri sendiri maka suasana ini akan mengurangi suasana untuk membantu orang lain. Di lain pihak, bila individu berpikir bahwa menolong orang lain bisa membuat individu merasa lebih baik sehingga mengurangi suasana hati yang buruk, maka individu akan mudah memberikan bantuan.

6. Distress diri dan rasa empatik

Distress diri (personal distress) adalah reaksi pribadi terhadap penderitaan orang lain, perasaan terkejut, takut, cemas, prihatin, tidak berdaya, atau perasaan apapun yang dialami. Sebaliknya yang dimaksud rasa atau empatik (emphatic concern) adalah perasaan simpati dan perhatian terhadap orang lain, khususnya untuk berbagai pengalaman atau secara tidak langsung merasakan penderitaan orang lain. Perbedaan utamanya adalah bahwa penderitaan diri terfokus pada diri sendiri, sedangkan rasa empatik terfokus pada orang lain.

Distress diri memotivasi seseorang untuk mengurangi kegelisahan yang dialami. Orang bisa melakukan dengan membantu orang yang membutuhkan, tetapi orang juga dapat melakukannya dengan menghindari situasi tersebut atau mengabaikan penderitaan di sekitarnya. Sebaliknya, rasa empatik hanya dapat dikurangi dengan membantu orang yang berada dalam kesulitan. Tujuannya adalah meningkatkan kesejahteraan orang lain, jelas bahwa rasa empatik merupakan sumber altruistik (Sears dkk, 1994).

Meskipun orang-orang kadang merasa terganggu, sedih dan marah oleh cacat atau kekurangan umat manusia, namun individu mengalami ikatan perasaan yang mendalam bagi sesamanya. Konsekwensinya adalah mereka memiliki hasrat yang tulus untuk membantu sesamanya. Menurut Maslow (Koeswara, 1991) sikap memelihara (nurturance attitude) adalah sikap seseorang terhadap saudaranya. Meski saudaranya lemah, bodoh, atau bahkan jahat, seseorang akan selalu menunjukkan kasih dan pengampun. Bagi orang-orang yang self-actualize, bagaimanapun cacat dan bodohnya, manusia adalah sesama yang selalu mengandung simpati dan persaudaraan.

7. Menolong orang yang disukai

Rasa suka pada orang lain dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti daya tarik fisik dan kesamaan. Penelitian tentang perilaku sosial menyimpulkan bahwa karakteristik yang sama juga mempengaruhi pemberian bantuan. Menurut Feldman (Sears dkk, 1994) kesediaan untuk membantu akan lebih besar terhadap orang yang berasal dari daerah yang sama dari pada terhadap orang lain.

Bar-tal (Sears dkk, 1994) mengemukakan bahwa perilaku membantu dipengaruhi oleh jenis hubungan antar orang, seperti yang terlihat jelas dalam kehidupan sehari-hari. Tidak peduli apakah karena merasa suka, kewajiban sosial, kepentingan diri, orang lebih suka menolong teman dekat dari pada orang asing.

8. Menolong orang yang pantas ditolong

Apakah seseorang akan mendapatkan bantuan atau tidak sebagian bergantung pada manfaat kasus tersebut. Beberapa penelitian yang menunjukkan bahwa faktor sebab akibat yang utama adalah pengendalian diri, individu lebih cenderung menolong bila individu yakin bahwa penyebab timbulnya masalah berada di luar kendali orang tersebut. Mungkin seseorang merasa simpati dan prihatin terhadap mereka yang mangalami penderitaan bukan karena kesalahan mereka sendiri.

Teori-teori untuk berperilaku altruisme

Ada beberapa teori yang berusaha menjelaskan motivasi seseorang untuk berperilaku altruisme.

1. Teori pertukaran sosial

Konsep teori ini dikemukakan oleh Foa dan Foa (Myers, 1999) dimana teori ini lebih dikenal dengan sebutan social exchange theory. Menurut Foa dan Foa, setiap tindakan dilakukan orang dengan mempertimbangkan untung ruginya. Bukan hanya dalam arti materi atau financial, melainkan juga dalam bentuk psikologis, seperti memperoleh informasi, pelayanan status, penghargaan perhatian, kasih sayang dan sebagainya. Dimaksud dengan keuntungan adalah hasil yang diperoleh lebih besar dari pada usaha yang dikeluarkan, sedangkan yang dimaksud dengan rugi ialah jika hasil yang diperoleh lebih kecil dari usaha yang dikeluarkan.

Perilaku menolong menurut teori ini tidak terlepas dari strategi minimal, yaitu meminimalkan usaha (cost atau ongkos) dan memaksimalkan hasil agar diperoleh keuntungan atau laba yang sebesar-besarnya. Perilaku menolong biasanya mengikuti pola tertentu, seperti orang lebih suka menolong orang yang menarik dan disukai penolong sendiri. Pillavin dan Pillavin (Sarwono, 1999) orang lebih suka menolong orang lain agar ia sendiri tidak terganggu dan mendapat kepuasan untuk diri sendiri.

2. Teori Behaviorisme

Menurut pendapat kaum behaviorisme, orang menolong karena dibiasakan oleh masyarakat untuk menolong dan perbuatan itu masyarakat menyediakan ganjaran yang positif, jadi orang melakukan perilaku menolong sesuai dengan teori conditioning classic dari Pavlov.

3. Teori norma sosial

Menurut teori ini, orang menolong karena diharuskan oleh norma-norma masyarakat. Ada tiga macam norma sosial yang biasanya dijadikan pedoman untuk berperilaku menolong yaitu : a) Norma timbal balik (reciprocity norm) intinya adalah pertolongan harus dibalas dengan pertolongan. Jika sekarang menolong orang lain, diwaktu lain akan ditolong oleh orang lain atau karena pada masa yang lalu pernah menolong orang lain, jadi masa sekarang orang lain yang memberi pertolongan. b) Norma tanggung jawab sosial (social rersponsibility norm) intinya adalah bahwa orang menolong tanpa mengharapkan balasan apapun di masa depan. Oleh karena itu, orang mau menolong orang yang buta menyeberang jalan, menunjukkan jalan pada orang menanyakan jalan. c) Norma keseimbangan, norma keseimbangan ini beraku di bagian timur. Intinya adalah bahwa seluruh alam semesta harus berada dalam keadaan seimbang, serasi dan selaras. Orang harus membantu untuk mempertahankan keseimbangan antara lain dalam bentuk perilaku menolong (altruisme). Menurut penelitian pada keluarga-keluarga di Hongkong yang menerapkan norma keseimbangan ini lebih banyak pada anak-anak yang altruis (Sarwono, 1999).

4. Teori empati

Menurut Baston (Sarwono,1999) egoisme dan simpati berfungsi bersama-sama dalam perilaku menolong. Dari segi egoisme, perilaku menolong dapat mengurangi ketegangan diri sendiri. Sedangkan dari segi simpati, perilaku menolong itu dapat mengurangi penderitaan orang lain. Gabungan dari egoisme daan simpati ini dapat menjadi empati, yaitu ikut merasakan penderitaan orang lain sebagai penderitaannya sendiri. Dalam empati, fokus usaha menolong terletak pada penderitaan orang lain, bukan pada penderitaan sendiri karena dengan terbebasnya orang lain dari penderitaan itulah, orang yang menolong dapat terlepas dari penderitaanya sendiri. Ada juga hubungan empati yang melihat dari segi hubungan empati warga negara dan bangsanya, akan timbullah nasionalisme yang menyebabkan orang mau mengorbankan apa saja dan dirinya demi kepentingan bangsa. Akan tetapi hubungan empati pada suatu titik tertentu dapat juga melanggar prinsip moral atau keadilan, yaitu jika demi empati perbuatan menolong seseorang sampai mengorbankan hak atau kepentingan orang lain.

5. Teori Evolusi

Teori ini intinya beranggapan bahwa altruisme adalah demi survival (mempertahankan jenis dalam proses evolusi), dimana dalam teori evolusi melihat beberapa faktor antara lain : a) Perlindungan kerabat (kin protection). Dalam hal ini orang-orang yang mempunyai hubungan darah selalu merasa bangga terhadap kerabatnya karena ada yang dapat meneruskan keturunannya sehingga orang lebih cenderung memberikan pertolongan pada orang-orang yang dianggap mempunyai hubungan kerabat. Perlindungan bukan hanya dari orang tua ke anak-anaknya, dapat juga sebaliknya. Secara alamiah orang dapat membantu orang lain yang ada pertalian darah dan orang yang dekat dengan dirinya sendiri (Sarwono,1999). b) Timbal balik biologik (biological reciprocity) sebagaimana halnya norma sosial, dalam teori evolusi pun ada prinsip timbal balik, yaitu menolong untuk memperoleh pertolongan kembali. Ini dikemukakan oleh Robert Trivers (Sarwono, 1999). Dalam teori biologik juga ada prinsip keseimbangan antara altruisme dan egoisme, pada manusia perwujudan teori ini adalah dalam bentuk pertolongan yang diberikan kepada orang yang suka membeikan pertolongan. Orang-orang penghianat, orang yang hanya mementingkan diri sendiri dan tidak suka berkawan, biasanya tidak diberi pertolongan dikala membutuhkan bantuan. Menurut Campell (Sarwono,1999) manusia melakukan pertolongan karena cirri khas manusia yaitu beragam dan beretika sehingga pelakunya tidak semata-mata dikendalikan oleh naluri bilogik yang mempunyai agentic disposition dalam dirinya yaitu sifat atau bakat yang terkandung dalam kepribadiannya yang khusus dutujukan untuk menolong orang lain. c) Orientasi seksual, dalam penelitian Salai dan Fischer (Sarwono, 1999) pada kaum homo seksual mempenyai kecenderungan altruisme daripada orangporang heteroseksual, hal ini karena kaum homoseksual yang selalu merupakan minoritas dalam masyarakat lebih memerlukan pertoongan dalam mempertahankan jenisnya (sesame homoseksual).

6. Teori Perkembangan Kognisi

Menurut teori perkembangan kognisi, tingkat perkembangan kognitif (Piaget) akan berpengaruh pada perilaku menolong. Pada anak-anak perilaku menolong lebih didasarkan kepada pertimbangan hasil. Semakin dewasa anak itu, semakin tinggi kemampuannya untuk berpikir abstrak, semakin mampu untuk mempertimbangkan usaha atau biaya (cost) yang harus dikorbankan untuk perilaku menolong itu. Anak-anak cenderung meminjamkan mainannya yang mahal kepada temannya hanya untuk menyenangkan hati temannya atau hanya agar dapat dipinjami mainan lain dari teman-temannya sementara orang tua yang telah matang kognisi sudah berpikir untung rugi sementara ana-anak hanya memikirkan untungnya saja. Dalam teori perkembangan kognisi Switzzer dkk, 1995 (Sarwono,1999) keuntungan yang diperoleh dari perilaku menolong sudah barang tentu bukan hanya dalam bentuk materi tetapi perilaku menolong dapat meningkatkan harga diri dan gejala-gejala. Gejala-gejala ini sudah ditemukan pada anak-anak yang berumur tujuh tahun.

NO

BUTIR

JAWABAN

1

Bila saya tidak sanggup saya akan menolak ajakan orang lain

SS

S

TS

STS

2

Saya meminta uang kepada orang tua sesuai kebutuhan

SS

S

TS

STS

3

Jika teman bertanya mengenai jadwal mata kuliah, saya akan menjawabnya

SS

S

TS

STS

4

Jika ada orang menanyakan alamat maka saya akan menjawab seolah-olah tidak tahu

SS

S

TS

STS

5

Saya kadang meminta kiriman lebih dari orang tua dengan alasan membeli buku

SS

S

TS

STS

6

Walaupun tidak sanggup, saya tetap pergi bersama teman dengan hati gelisah

SS

S

TS

STS

7

Saya akan menolong setiap orang yang meminta bantuan

SS

S

TS

STS

8

Saya berteman dengan siapa saja

SS

S

TS

STS

9

Saya tidak akan memilih teman yang di bantu mengerjakan tugas

SS

S

TS

STS

10

Jika makalah saya selesai, saya menolong teman menyelesaikan makalahnya

SS

S

TS

STS

11

Di kampus saya hanya bersahabat dengan teman di organisasi

SS

S

TS

STS

12

Saya akan menolong orang yang memberi

SS

S

TS

STS

13

Apabila berdiskusi dengan teman, saya segera minta maaf bila ia tersinggung

SS

S

TS

STS

14

Jika bertemu dengan orang cacat saya merasa prihatin dengan keadaannya

SS

S

TS

STS

15

Setiap orang harus memecahkan sendiri masalah yang dihadapi

SS

S

TS

STS

16

Saya akan menghindari orang yang terlihat sedih

SS

S

TS

STS

17

Saya tidak senang melihat orang yang sering terlihat murung

SS

S

TS

STS

18

Saya tidak akan melewati batas waktu bertamu jika kerumah teman

SS

S

TS

STS

19

Pada saat jam istirahat saya tidak akan menyetel musik keras-keras karena akan mengganggu tetangga

SS

S

TS

STS

20

Saya akan menjenguk teman yang sakit serta menghibur hatinya

SS

S

TS

STS

21

Musik sangat saya senangi sehingga saya selalu menyetel volume radio keras-keras

SS

S

TS

STS

22

Saya sering bertamu kerumah orang lain sesuai keinginan saya

SS

S

TS

STS

23

Saya akan memberi nasehat bila ada teman yang mendapat masalah

SS

S

TS

STS

24

Jika terlihat lelah, saya tidak akan memaksa orang lain membantu mengerjakan tugas

SS

S

TS

STS

25

Saya menyenangi kegiatan yang bersifat sosial

SS

S

TS

STS

26

Jika ada teman yang kecewa dengan nilai ujiannya saya akan memberinya dorongan untuk tidak larut dengan kekecewaan

SS

S

TS

STS

27

Saya tidak pernah peduli dengan perasaan orang jika saya berbicara

SS

S

TS

STS

28

Jika berdebat dengan saya merasa puas jika teman diskusi terpojok

SS

S

TS

STS

29

Jika saya jadi pemimpin disebuah perusahaan, karyawan tidak boleh mengungkapkan keluh-kesahnya

SS

S

TS

STS

30

Jika saya berhasil mengerjakan tugas teman saya tidak senang diberi pujian

SS

S

TS

STS

31

Saya merasa puas jika selesai mengerjakan tugas makalah orang lain walaupun tanpa diberi imbalan

SS

S

TS

STS

32

Ketika bertemu orang tua yang kesulitan menyeberang jalan maka saya akan menuntunnya

SS

S

TS

STS

33

Jika ada teman meminta pertolongan, saya dengan senang hati menolongnya

SS

S

TS

STS

34

Saya akan bangga bila disanjung karena kedermawanan

SS

S

TS

STS

35

Saya hanya akan memberi bantuan jika nama saya diumumkan

SS

S

TS

STS

36

Bagi saya menyumbang akan mengurangi harta yang dimiliki

SS

S

TS

STS

37

Saya sangat bahagia jika menyumbang dan ada orang lain yang melihatnya

SS

S

TS

STS

38

Jika diajak kerja bakti, maka saya ikut bekerja samapai selesai

SS

S

TS

STS

39

Saya berusaha mengikuti kegiatan yang dilaksanakan oleh teman‑teman

SS

S

TS

STS

40

Menurut saya, dengan aktif pada sebuah organisasi dapat menunjang kita beradaptasi dengan masyarakat

SS

S

TS

STS

41

Menurut saya orang memiliki banyak kegiatan di kampus hanya akan menghambat kuliah

SS

S

TS

STS

42

Saya lebih senang belajar di ruang kuliah dibanding berdiskusi dengan teman-teman

SS

S

TS

STS

Adapun komponen dari skala altruisme adalah empati, sukarela dan keinginan membantu. Keseluruhan butir skala altruisme terdiri dari 40 butir berdasarkan pendapat Myers (1999). Skala ini disusun dengan empat alternatif jawaban untuk tiap item, yaitu Sangat Sesuai (SS ), Sesuai ( S ), Tidak Sesuai (TS), dan Sangat Tidak Sesuai (STS). Skor tertinggi pada pernyataan favourable diberikan pada jawaban SS=4, S=3, TS=2 dan STS=1, sebaliknya pernyataan unfavourable skor tertinggi diberikan pada jawaban STS=4 , TS =3, S =2 dan SS=1.

Tabel Spesifikasi (Blue Print) Altruisme

Aspek

Indikator

Favorable

Unfavorable

Jumlah

Empati

Merasakan

13, 14

15, 16, 17

5

Memahami

18, 19, 20

21, 22

5

Peduli

23, 24, 25, 26

27, 28, 29

7

Sukarela

Kejujuran

1, 2, 3

4, 5, 6

6

Keadilan

7, 8, 9, 10

11, 12

6

Keinginan membantu

Materi

30, 31, 32, 33

34, 35, 36, 37

8

Waktu

38, 39, 40

41, 42

5

Total

23

19

42

13 komentar:

  1. please minta postingan daftar pestaka yang sarwono Santrock (2003)Garliah & Wulandari, 2003).Menurut Leed (Ismiyati, 2003)Bar-Tal (dalam Zubaidi, 1994)

    BalasHapus
  2. aku juga minta dong daftar pustakanya Garliah&wulandari....pleaseee
    makasih :)

    BalasHapus
  3. mohon maaf, saya boleh minta daftar pustakanya untuk referensi juga, terimakasih sebelumnya

    BalasHapus
  4. Assalamu'alaikum,
    mohon maaf saya minta postingan daftar pestaka yang sarwono Santrock (2003)Garliah & Wulandari, 2003).Menurut Leed (Ismiyati, 2003)Bar-Tal (dalam Zubaidi, 1994).
    terima kasih.

    BalasHapus
  5. MANA DAFTAR PUSTAKANYA MAK JELANG POS
    TINGAN LU

    BalasHapus
  6. Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.

    BalasHapus
  7. Assalamu'alaikum,
    mohon maaf saya minta postingan daftar pestaka yang sarwono Santrock (2003)Garliah & Wulandari, 2003).Menurut Leed (Ismiyati, 2003)Bar-Tal (dalam Zubaidi, 1994).
    terima kasih

    BalasHapus
  8. Assalamu'alaikum,
    mohon maaf saya minta postingan daftar pestaka yang sarwono Santrock (2003)Garliah & Wulandari, 2003).Menurut Leed (Ismiyati, 2003)Bar-Tal (dalam Zubaidi, 1994).
    terima kasih

    BalasHapus
  9. Mohon maaf bu, apakah saya boleh meminta alamat email ibu? terima kasih bu.

    BalasHapus
  10. Sebelumnya saya tertarik untuk mencantumkan alat ukurnya pada penelitian saya kak, oleh karena itu bolehkah saya meminta daftar pustakanya kak? terima kasih :)

    BalasHapus
  11. Assalamu'alaikum,
    mohon maaf saya minta postingan daftar pestaka yang sarwono Santrock (2003)Garliah & Wulandari, 2003).Menurut Leed (Ismiyati, 2003)Bar-Tal (dalam Zubaidi, 1994).
    terima kasih

    BalasHapus