KLien 1


NAMA                         : ANI
UMUR                         : 22  TAHUN

1.  LATAR BELAKANG MASALAH
Ani memotong rambutnya sangat pendek atau tidak rapi, dan ketika saya menanyakan penyebabnya, dia menjawab bahwa segalanya berjalan dengan buruk dan kegiatan memotong rambut itu dapat menenangkan dirinya. Kemudian saya menanyakan sarung tangan panjang yang seringkali dikenakan oleh Ani, ternyata untuk menutupi luka-luka sayatan yang dibuat oleh Ani pada lengannya. Ani mempunyai orang tua telah bercerai dan tidak lagi memperdulikan dirinya. Ayahnya seorang alkoholik yang seringkali memukul Ani dan ibunya. Ani memiliki prestasi akademik dan self-image yang rendah. Dia seringkali mengatakan bahwa dirinya buruk dan bodoh, yang saat ini saya ketahui bahwa kedua hal itu tidaklah benar. Dia secara berkala meninggalkan kota tanpa sebab yang jelas, itu hanya alasan apabila dia harus dirawat di rumah sakit jiwa karena mengalami depresi dan ingin bunuh diri. Ani pernah mengancam ingin bunuh diri.  Pernikahan yang diawali dengan hubungan yang penuh gairah, namun berakhir dengan kekacauan. Ani pada akhirnya dirawat di rumah sakit jiwa. Saat ini, dia tidak lagi berhubungan dengan kedua mantan suaminya dan merasa bahwa hidupnya sudah mulai tenang. Ani mengakui bahwa dia jarang merasa bahagia, namun dia merasa bahwa dirinya sudah lebih baik dan mampu bekerja dengan baik sebagai agen perjalanan. Dia beberapa kali mencoba untuk berhubungan lagi dengan kaum pria, namun dia takut untuk menjalin hubungan yang lebih mendalam karena pengalamannya terdahulu dengan para pria.

2.  OBSERVASI
a.    Lengan Ani penuh dengan luka-luka sayatan. Ini artinya Ani menampilkan self-mu  ltifation yaitu tindakan melukai atau menyakiti dirinya sendiri.
b.    Ani sering mengatakan bahwa dirinya buruk dan bodoh, padahal sepengetahuan teman-temannya, Ani bukan orang seperti itu.
c.    Ani sering meninggalkan kota tanpa alasan yang jelas.
d.    Keinginan untuk bunuh diri dan depresi yang berat yang dialami Ani.
e.    Tingkah laku Ani sulit ditebak. Suatu waktu dia marah kepada teman-temannya, di waktu yang lain dia tampak putus asa dan ingin bersama-sama dengan teman-temanya.
f.     Pernikahan Ani yang semula penuh gairah, tapi berakhir kekacauan. Dalam hal ini Ani melangsungkan pernikahan sebanyak dua kali. Ini disebabkan karena mood Ani yang selalu berubah-ubah, tidak stabil. Ani mamandang semua tentangnya baik atau semua tentangnya buruk dan berubah-ubah dengan cepat dari satu ekstrem ke ekstrem lain. Sebagai akibatnya, Ani mudah berpindah dari satu pasangan ke pasangan yang lain.

3.  DIAGNOSA
Kasus yang dipaparkan memberikan gambaran bahwa Ani didiagnosa mengalami Gangguan Kepribadian Ambang (Borderline Personality Disorder). Kelabilan merupakan kunci utama gambaran orang yang yang menderita borderline personality disorder. Gangguan kepribadian ambang ini berada diperbatasan antara gangguan neurotik dan psiokotik dengan gejala-gejala afek, mood, tingkah laku, dan self-image yang sangat tidak stabil. Individu yang mengalami gangguan ini mood-nya selalu berubah-ubah. Pada suatu waktu dia dia dapat begitu memberikan pendapatnya (secara positif), lalu mendadak tampak depresi, kemudian di waktu yang lain tiba-tiba dia mengeluh tentang perasaannya. Tingkah laku dari individu dengan kepribadian borderline sangat tidak dapat diduga, akibatnya mereka jarang mencapai hasil yang sesuai dengan kemampuan yang mereka miliki (under-achiever). Mereka juga memiliki kecenderungan untuk menyakiti diri sendiri (self-destructive). Individu ini memiliki kemungkinan untuk mengiris pergelangan tangannya dan menampilkan berbagai self-multilation (tindakan melukai diri sendiri).
Individu dengan gangguan ini merasa bergantung kepada orang lain, namun mereka juga memiliki perasaan bermusuhan terhadap orang lain. Oleh karena itu, mereka memiliki hubungan interpersonal yang ”hiruk-pikuk”. Disatu waktu, mereka tampak bergantung pada teman dekatnya, namun dilain waktu ketika mereka sedang frustasi misalnya, mereka dapat menampilkan kemarahan yang sangat kepada orang yang sama. Individu dengan gangguan ini pun tidak tahan atau tidak dapat hidup apabila berada sendirian. Ketika kesepian atau kebosanan melanda mereka, walaupun untuk waktu yang singkat, mereka akan berusaha sekuat tenaga untuk menemukan teman, walaupun hanya sebatas teman duduk. Kadangkala teman yang mereka pilih bukanlah teman yang menyenangkan bahkan orang yang asing bagi mereka.

  1. SOLUSI
Terapi untuk Penderita Gangguan Kepribadian Ambang
Bagi pasien ambang, adalah hal yang luar biasa sulit untuk membangun dan mempertahankan kepercayaan sehingga menghambat hubungan terapeutik. Dalam hal ini pasien yang tidak stabil dan berubah-ubah semula mengidealkan terapis lalu merendahkan terapis. Menangani pasien gannguan kepribadian ambang sangat menimbulkan stres sehingga merupakan praktik umum di kalangan terapis untuk melakukan konsultasi rutin dengan terapis lain, kadang untuk mendapatkan dukungan dan saran, kadang untuk mendapatkan bantuan profesional dalam menghadapi emosi mereka sendiri dan usaha mengatasi tantangan luar biasa dalam membantu para pasien ambang. Adapun terapi yang diguanakan untuk para pesien ambang adalah :
a.    Terapi Biologis (terapi obat) : Obat-obatan merupakan penanganan yang paling umum digunakan untuk gangguan kepribadian ambang. Meskipun demikian, obat-obatan tidak berhasil bagi semua orang dan berbagai efek sampingnya kadang serius. Sejumlah obat-obatan yang dapat digunakan dalam penanganan gangguan kepribadian ambang dan ini sudah diujicobakan dalam farmakoterapi. Adapun obat-obatan yang dimaksud adalah:
1)    Antidepresan : seperti fluoksetin (prozac) telah terbukti cukup mengurangi agresivitas dan depresi yang sering kali dialami para pasien gangguan kepribadian ambang, dan lithium dapat cukup mengurangi sifat mudah tersinggung, kemarahan, dan pikiran untuk bunuh diri.
2)    Antipsikotik : memberikan sedikit efek pada kecamasan, pikiran bunuh diri, dan simtom-simtom psikotik pasien ambang. Karena pasien gangguan ambang ini seringkali menyalahgunakan obat-obatan dan berisiko bunuh diri, maka kehati-hatian ekstrim harus dipraktikkan dalam pemberian setiap terapi obat.
b.    Psikoterapi Objek-Hubungan : Asumsi dasar dari teori objek-hubungan ini adalah bahwa orang-orang berkepribadian ambang memiliki ego yang lemah sehingga sangat sulit menoleransi pertanyaan mendalam yang diajukan dalam penanganan psikoananlisis. Penanganan analitis bertujuan untuk menguatkan ego pasien yang lemah sehingga ia tidak menjadi korban pertahanan dirinya dalam bentuk pembelahan (splitting) atau pendikotormian. Pembelahan dianggap sebagai akibat ketidakmampuan untuk membentuk berbagai pemikiran kompleks (representasi objek) yang tidak cocok dengan dikotomi baik buruk yang sederhana. Teknik-teknik yang digunakan pada dasarnya interpretif yaitu terapis menunjukkan bagaimana pasien membiarkan emosi dan perilakunya dikendalikan oleh pertahanan diri. Terdapat kemungkinan timbulnya rasa marah kepada terapis dari klien, meskipun sebelumnya ia sangat menghormatinya, tetapi disaat ini terapis justru dapat memanfaatkan situasi tersebut untuk membentuk pasien mengerti sikap defensif dan menyusun batas-batas yang jelas pada perilaku pasien. Selain menginterpretasikan perilaku defensif, pasien juga diberikan saran untuk berperilaku secara adaptif dan merumahsakitkan pasien yang perilakunya menjadi berbahaya bagi dirinya maupun orang lain.
c.    Terapi Perilaku Dialektikal : Dalam terapi ini, terapis diwajibkan untuk menerima pasien sebagaimana adanya sekaligus membantunya untuk berubah. Adapun 3 tujuan penting dalam terapi ini adalah :
1)    Membantu mereka mempercayai pikiran dan emosi mereka sendiri.
2)    Mengajari pasien untuk berubah dan mengendalikan emosionalitas dan perilaku ekstrem mereka. Seperti kasus Ani dimana Ani dibantu untuk mampu mengendalikan emosinya yang tidak stabil, yaitu terkadang marah tapi terkadang juga ingin terus bersama teman-temannya sehingga teman-temannya tidak perlu bingung lagi dengan tingkah lakunya yang selalu berubah-ubah. Perilaku ekstrem Ani yaitu melukai diri dengan mengiris lengannya perlu diberi nasehat bahwa melukai diri itu bukan jalan keluar dari masalah yang kita hadapi, tetapi justru menimbulkan permasalahan baru bagi dirinya maupun orang disekitarnya.
3)    Mengajari pasien untuk menoleransi perasaan tertekan. Dalam kasus tersebut, Ani diajak berkonsultasi seputar tentang kegiatan yang ditekuninya sekarang atau mengajaknya melakukan hal-hal yang bersifat positif sehingga sedikit demi sedikit Ani akan melupakan perasaan tertekan yang dialami sebelumnya. Walaupun tidak sepenuhnya lupa akan perasaan tertekannya, tetapi setidaknya dia sudah mampu menoleransi perasaan tertekannya.
d.    Terapi Psikodinamika : Inti dari terapi ini adalah membantu pasien mempelajari bagaimana perilaku interpersonalnya saat ini dapat menjadi hambatan untuk mendapatkan kegembiraan dalam hubungan dengan orang lain. Contoh dalam kasus, yaitu Ani diajari untuk memperbaiki komunikasi dengan orang lain agar kebutuhannya dapat terpenuhi dengan baik dan agar memperoleh interaksi dan dukungan sosial yang lebih memuaskan.
e.    Terapi Kognitif Berbasis Pola Pikir : Mengajarkan kepada pasien untuk mengetahui kapan mereka megalami gangguan dan mencoba mengadopsi apa yang disebut perspektif  ”desentral”, memandang pikiran mereka hanya sebagai ”peristiwa mental” dan bukan sebagai aspek inti diri mereka atau sebagai refleksi akurat realitas. Contohnya : dalam kasus, Ani selalu menganggap dirinya buruk dan bodoh. Ani diajari untuk berpikir bahwa ”saya bukanlah seperti yang saya pikirkan”. Dengan kata lain, mereka diajari untuk mengembangkan hubungan yang tidak terikat dan desentral dengan berbagi pikiran dan perasaan yang menyebabkan gangguan kepribadian ambang.

5.   SARAN
Dilakukan konsultasi dengan pihak yang lebih berkompeten seperti psikolog atau psikiater

Tidak ada komentar:

Posting Komentar