AGORAFOBIK
NAMA : HARIANTI
PEKERJAAN : IBU RUMAH TANGGA
UMUR : 42 TAHUN
1. LATAR BELAKANG MASALAH
Harianti menjadi bertambah agorafobik setelah suaminyanya meninggal dua tahun yang lalu. Ketika ia datang untuk menjalani pengobatan ia sudah terikat dengan rumah, menolak untuk meninggalkan rumahnya kecuali dengan dorongan yang kuat dari anak perempuannya (Jane) berusia 21 tahun, dan hanya bila Jane menemaninya. Janelah uang berbelanja untuk semua kebutuhan Harianti. Hal ini menjadi suatu beban berat bagi Jane untuk menanggungnya ia menuntut Harianti untuk menjalani pengobatan dan akhirnya dengan sepenuh hati Harianti memenuhi keinginan anaknya.
Harianti ditemani oleh Jane pada sesi evaluasinya. Ia perempuan yang terlihat sangat rapuh yang memasuki ruang dengan memengang erat lengan Jane dan memintah agar Jane menemaninya sepanjang wawancara. Harianti bercerita bahwa ia kehilangan suami dan ibunya berturut-turut dalam kurung waktu 2 bulan. Ayahnya telah meninggal 15 tahun yang lalu, meskipun Harianti tidak pernah mengalami serangan panik ia selalu mengganggap diriya sebagai orang penakut dan penuh rasa tidak aman. Walaupun demikian Harianti mampu berfungsi memenuhi kebutuhan keluarganya sampai kematian suaminya dan ibu yang memberinya perasaan ditinggalkan. Sekarang ini ia menjadi takut mengenai”hampir segalanya”dan takut keluar sendiri, takut bahwa sesuatu yang buruk akan terjadi dan ia tidak mampu menghadapinya. Di rumahpun ia takut kehilangan Jane. Ia selalu membutuhkan keyakinan ulang terus menerus dari Jane kalau ia tidak akan meninggalkannya.
2. CIRI - CIRI GANGUAN AGORAFOBIK
a. Sulit untuk meloloskan diri jika mendapat serangan. Merasa terancam oleh orang atau peristiwa yang normalnya hanya sedikit
b. Rasa takut agorafobik biasnya tampil secara karakteristik yaitu pada saat berada diluar rumah.
c. Keyakinan bahwa sesuatu yang mengerikan akan terjadi tanpa penjelasan yang jelas.
d. Kecemasan timbul bila penderita berada dalam suatu tempat atau situasi dimana kemungkinan perhatian.
3. PENJELASAN GANGGUAN
Agorafobia berasa dari bahasa yunani yang berarti”rasa takut di tempat umum”. Arti harafiah dari agorafobia adalah takut akan keramaian atau tempat terbuka. Secara lebih khusus agorafobia menunjukkan akan terperangkap tanpa cara yang mudah untuk telepas bila kecemasan menyerang. Individu yang menderita agorafobia merasa takut saat memasuki lingkungan yang tidak dikenalnya, selalu menghindari tempat terbuka, keramaina dan bepergian.
Pada kasus yang ekstim, individu mungkin takut meninggalkan tempat tinggal yang dikenalnya. Mereka mengatur hidup sedemikian rupa untuk menghindari pemaparan terhadap situasi yang menakutkan dan pada beberapa kasus menjadi terikat dirumah selama berbulan-bulan bahkan bertahun-tahun. Agorafobia lebih umum terdapat pada perempuan dari pada laki-laki dan biasanya diikuti oleh suatu trauma. Penderita agorafobia biasanya memiliki serangan panik pada salah satu keadaan atau situasi tertentu. Mereka merasa takut terhadap suatu serangan karena berada jauh dari keadaan rumah dan tidak ada yang membantunya.
Orang-orang dengan agorafobia yang tidak mempunyai riwayat gangguan panik dapat mengalami sedikit simtom panik, seperti pusing yang menghalangi mereka untuk keluar dari tempat yang mereka anggap aman dan tidak terancam. Mereka juga cenderung tergantung kepada orang lain untuk mendapatkan dukungan sehingga sangat berketergantungan, sebagian dari mereka menunjukkan kecemasan perpisahan pada masa anak-anak, selama menderita agorafobia.
4. CARA MENANGANI
Terapi yang diberikan pada penderita gangguan agarofobia tergantung dari pola dinamika yang mendasari perkembangan keluhan fobia. Bila fobia disebabkan oleh pengalaman traumatis, maka terapi diberikan dengan program desentisisasi yang sistematik dan re-edukasi. Artinya, dengan program ini pasien diharapkan dapat menurunkan tingkat sensivitas terhadap objek yang ditakuti secara bertahap.
Pengobatan terbaik untuk agorafobia adalah terapi pemaparan sejenis terapi prilaku, dimana penderita secara bertahap dihadapkan kepada benda atau situasi yang ditakutinya sehingga penderita agorafobia tersebut sedikit demi sedikit dapat meniggalkan wilayah “ amannya”. Dengan bantuan seorang ahli penderita dimungkinkan dapat mencari, mengendalikan dan tetap berhubungan dengan apa yang ditakutinya hingga pada akhirnya kecemasan yang dirasakannya secara perlahan mulai berkurang karena penderita sudah terbiasa dengan keadaan tersebut (proses habituasi).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar